PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia

Selasa, 06 Desember 2011

MAKALAH DANA PEMBIAYAAN (BAB II PEMBAHASAN)

BAB II
ISI
Sumber Dana Pembiayaan
Tiga keputusan utama yang harus dilakukan perusahaan yaitu keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan deviden. Keputusan investasi dibuat berkaitan dengan jenis produk dan jasa yang diproduksi, dan bagaimana cara dilakukannya barang tersebut didistribusikan. KEputusan pendanaan berhubungan dengan penentuan bauran pendanaan (financing mix) dan struktuk modal yang terbaik. Sedangkan keputusan deviden merupakan keputusan tentang berapa banyak laba saat itu yang akan dibayarkan sebagai deviden dari pada ditahan untuk diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Yang sangat penting untuk diperhatikan adalah bagaimana keputusan-keputusan yang diambil mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan nilai perusahaan.
Seiring dengan makin berkembangnya suatu perusahaan, maka dana yang dibutuhkan pun semakin besar. Perkembangan suatu perusahaan dapat dilihat dari semakin meningkatnya aktivitas penjualan. Dan untuk memenuhi target tersebut, dibutuhkan tambahan asset. Kegiatan investasi perusahaan tersebutlah yang meningkatkan kebutuhan dana.
Menurut Lee et.al (1997) ada beberapa sumber dana perusahaan, yaitu :
Penururnan pada assets (tidak termasuk kas)
Penurunan pada account receiveablenmenunjukkan bahwa konsumen telah membayar sejumlah kas pada perusahaan untuk membayar hutang mereka. Dan penurunan pada inventory menunjukkan bahwa telah terjadi penjualan. Penurunan pada fixed assets menunjukkan bahwa assets tersebut telah dijual sehingga menghasilkan kas.
Peningkatan pada liability dan equity
Peningkatan pada account payable, notes payable atau utang menunjukkan bahwa perusahaan telah memperoleh dana tambahan di luar. Peningkatan pada common stock dan preffered stock menunjukkan bahwa perusahaan telah memperoleh dana dari penjualan stock.
Hal ini didukung juga oleh Ross (1995). “Activities that increase cash are increasing long-term debt (borrowing over the long term), increasing equity (selling some stock), increasing current liabilities (getting a 90-day loan), decreasing current assets other than cash (selling some inventory for cash), decreasing fixed assets (selling some property)”.
Sumber-sumber dana tersebut di atas kemudian dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu :
Sumber dana internal
Sumber dana internal adalah dana yang diperoleh dari dalam perusahaan yang berasal dari arus kas pada operasi perusahaan dan dana pribadi. Artinya sumber dana internal berasal dari dalam perusahaan dimana pembiayaan dari kekuatan/kemampuan sendiri.Termasuk di dalamnya yaitu penurunan pada assets (tidak termasuk kas). Namun pada umumnya sumber dana intern jumlahnya terbatas, sehingga tidak cukup untuk membiayai kebutuhan pengembangan usaha yang semakin meningkat. Dengan keterbatasan sumber dana intern tersebut maka perusahaan harus mencari sumber dana yang lain, yaitu sumber dana ekstern.
Sumber dana eksternal
Menurut Gitman (1994:480) sumber dana eksternal, adalah dana yang diperoleh dari luar perusahaan. Pihak lain di luar perusahaan dibedakan menjadi :
1) Pembiayaan sendiri (Equity Financing) yaitu pembiayaan yang diperoleh dari pemilik perusahaan calon pemilik/pengambil bagia dari modal saham.
2) Pembiayaan asing (Debt Financing) yaitu pembiayaan yang diperoleh dari pihak luar, dalam hal ini adalah kreditur.
Jadi sumber dana eksternal berasal dari pinjaman, dan penjualan saham biasa, serta preferend. Atau dengan kata lain dana eksternal berasal dari utang jangka panjang, utang jangka pendek, penjualan obligasi, saham biasa, serta preferend.
Keputusan Investasi
Tingkat keuntungan dan kelayakan suatu investasi di masa yang akan datang dapat diperhitungkan dengan beberapa metode. Menurut Suad Husnan (1992), sebagai dasar perencanaan investasi perlu diperhatikan aspek-aspek lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan investasi di masa yang akan datang adalah :
Kondisi Permintaan Pasar
Perkembangan dunia usaha mengakibatkan munculnya banyak perusahaan sejenis, sehingga persaingan semakin tajam. Kondisi seperti ini aspek pasar merupakan kedudukan dalam pertimbangan usulan investasi, yaitu :
Seberapa besar kemungkinan permintaan pasar yang tersedia, serta mengadakan peramalan terhadap kemungkinan tingkat permintaan untuk masa yang akan datang.
Posisi perusahaan dalam persaingan pasar.
Kemampuan Produksi
Faktor yang perlu diperhatikan antara lain adalah kemungkinan adanya perubahan teknologi dan efisiensi biaya pemeliharaan dan perbaikan peralatan yang digunakan.

Biaya Modal
Konsep paling penting dalam pembelajaran perusahaan adalah konsep biaya modal. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya biaya yang secara
Definisi
Modal adalah dana yang digunakan untuk membayai aktiva dan oerasi perusahaan. Modal terdiri dari hutang, saham biasa, saham preferen, dan laba ditahan. Perhitungan biaya penggunaan modal sangatlah penting, dengan alasan:
Memaksimalkan nilai perusahaan mengharuskan biaya-biaya (termasuk biaya modal) diminimumkan.
Keputusan penggagaran modal (capital budgetting) memerlukan suatu estimasi tentang biaya modal.
Keputusam-keputusan lain seperti leasing, modal kerja juga memerlukan estimasi biaya modal.
Biaya modal atau cost of capital adalah semua biaya yang secara riil dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka mendapatkan sumber dana. Biaya yang dikeluarkan ini bisa yang bersifat eksplisit seperti biaya bunga, juga yangbersifat implisit yakni biaya yang tidak dikeluarkan pada saat ini, tapi dikeluarkan di masa yang akan datang seperti selisih harga obligasi yang dikeluarkan pada saat jatuh tempo, tapi biaya ini diratakanpada tahun-tahun berlakunya obligasi. Biaya modal dihitung dari biaya yang riil dikeluarkan oleh perusahaan dibagi dengan modal pada dasarnya bisa dirumuskan sebagai berikut.

Biaya modal = ( biaya riil / Penerimaan bersih ) x 100%

Biaya modal bisa diartikan sebagai tingkat keuntungan yang disyaratkan. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi tingkat keuntungan yang disyaratkan. Biaya modal dipakai sebagai discount rate untuk perhitungan analisis penganggaran modal. Discount rate tersebut sering juga disebut sebagai biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital).
Jenis-jenis Biaya Modal
Biaya modal merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena dapat menunjukkan tingkat minimum laba investasi yang harus diproleh dari investasi tersebut. Jika investasi itu tidak dapat menghasilkan laba investasi sekurang-kurangnya sebesar biaya yang ditanggung maka investasi itu tidak perlu dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang akan dihimpun untuk melakukan suatu investasi. Dapat pula diartikan bahwa biaya modal suatu perusahaan adalah bagian (suku rate) yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasan pada para investornya pada tingkat risiko tertentu.
Biaya modal yang tepat untuk semua keputusan adalah rata-rata tertimbang dari seluruh komponen modal (Weighted Cost of Capital atau WACC). Namun tidak semua komponen modal diperhitungkan dalam menentukan WACC. Hutang dagang (accounts payable) tidak dperhitungkan dalam perhitungan WACC. Hutang wesel (notes payable) ata hutang jangka pendek yang berbunga (Short-term Interest-bearing debt) dimasukkan dalam perhitungan WACC hanya jika hutang tersebut merupakan bagian dari pembelanjaan tetap perusahaan bukan merupakan pembelanjaan sementara. Pada umumnya hutang jangka panjang dari modal sendiri merupakan unsur untuk menghitung WACC. Dengan demikian kita harus menghitung: 1) Biaya Hutang (cost of debt), 2) Biaya laba ditahan (cost of retained earning), 3) Biaya saham Biasa Baru (cost of new common stock), dan 4) Biaya Saham Preferen (cost of preferred stock). Biaya modal harus dihitung berdasarkan suatu basis setelah pajak (after tax basis) karena arus kas setelah pajak adalah yang paling relefan untuk keputusan investasi.
Biaya Modal Hutang (kd)
Biaya hutang atau cost of debt adalah biaya yang ditanggung perusahaan karena menggunakan sumber dana yang berasal dari pinjaman. Biaya modal hutang merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan yang berkaitan dengan penggunaan hutang. Karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak, biaya modal hutang dihitung net pajak.
Misalkan suatu perusahaan menerbitkan obligasi dengan kupon bunga 20%, nilai nominal Rp1 juta, selama sepuluh tahun. Biaya emisi obligasi dan lainnya adalah Rp50.000 perlembar obligasi. Berapa biaya modal hutang yang dibayarkan perusahaan tersebut?
Aliran kas yang berkaitan dengan emisi obligasi tersebut bisa digambarkan sebagai berikut ini.

200 ribu 200 ribu 200 ribu
950 ribu = ------------- + -------------- + ……+ -------------- +
(1+kd)1 (1+kd)2 (1+kd)10
Rp1 juta
-------------- ……(1)
(1+kd)10
Kas masuk bersih yang diterima perusahaan adalah Rp1 juta – Rp50 ribu = Rp950.000. Biaya modal hutang (kd) sebelum pajak adalah, dengan menggunakan tehnik perhitungan IRR, 21%. Perhatikan bahwa kd, yang merupakan tingkat bunga efektif, lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan tingkat bunga nominal.
Bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak. Karena itu faktor pajak bisa dimasukkan agar diperoleh biaya modal hutang net pajak. Biaya modal hutang net pajak (dengan tingkat pajak 40%) dihitung sebagai.
kd* = kd (1 – t) ………(2)
Untuk contoh di atas, kd* adalah.
kd* = 21% (1 – 0,4) = 12,6%
Hutang dagang dan akrual tidak dimasukkan ke dalam perhitungan biaya modal. Alasannya adalah karena untuk analisis penganggaran modal, hutang dagang dan sejenisnya dikurangkan dari aset lancar. Kemudian kita akan menghitung modal kerja bersih (aset lancar – hutang dagang dan akrual).
Biaya Modal SahamPreferen
Saham preferen adalah surat bukti kepemilikan saham yang memberikan penghasilan tetap berupa deviden yang besarnya telah ditentukan prosentasinya terhadap harga sahamnya. Saham ini sering disebut sebagai modal saham semi hutang, karena sifatnya yang memberikan penghasilan tetap, yakni deviden akan modal sendiri, artinya devidennya diambilkan dari laba setelah pajak. Karena merupakan modal sendiri, saham ini mempunyai hak atas bagian aset bila perusahaan dilikuidasi, dan haknya didahulukan setelah pelunasan hutang.


Dps
kps = -------------- ………(3)
P
Dimana kps = biaya saham preferen
Dps = dividen saham preferen
P = harga saham preferen

Biaya Modal Saham Biasa
Saham biasa adalah surat bukti kepemilikan perusahaan yang tidak mempunyai hak-hak istimewa seperti saham preferen. Bila saham preferen saham dibayar secara tetap baik perusahaan laba atau rugi, sedangkan hak saham biasa dalam mendapatkan deviden dibayar bila perusahaan mendapatkan laba, bila rugi tidak akan mendapatkan deviden.
Biaya modal saham lebih sulit dihitung karena melibatkan biaya kesempatan (opportunity cost) yang tidak bisa diamati secara langsung. Bagian ini akan membicarakan biaya modal saham melalui beberapa metode: DCF, bond-yiled, dan CAPM. Discounted Cash Flow (Aliran Kas yang Didiskontokan). Pada waktu kita membicarakan penilaian saham dengan pertumbuhan konstan, harga saham bisa dituliskan sebagai berikut ini (modul mengenai Nilai Waktu Uang)
D1
PV = ----------
r – g
Dengan merubah r menjadi ks (biaya modal saham), PV menjadi P (harga saham), persamaan di atas bisa dirubah menjadi berikut ini.
D1
ks = ----------- + g ………(4)
P
Dimana ks = biaya modal saham
D1 = dividen pada tahun pertama
P = harga sahamsaat ini
g = tingkat pertumbuhan
Biaya modal saham sama dengan dividend yield ditambah tingkat pertumbuhan. Untuk menggunakan rumus di atas, beberapa parameter harus diestimasi, yaitu harga saham, dividen yang dibayarkan, dan tingkat pertumbuhan.
4. Biaya Modal Sendiri
Biaya modal sendiri adalah sebesar tingkat keuntungan yang diisyaratkan / required rate of return investor saham biasa. Perusahaan memperoleh modal sendiri dengan dua cara, yaitu :
1. Laba ditahan
2. Menegeluarkan saham baru
Dengan demikian manajemen dapat membagikan laba setelah pajak yang diperolehnya sebagai dividen atau menahannya dalam bentuk laba ditahan.
Terdapat tiga pendekatan untuk memenetukan besarnya Biaya modal sendiri, yaitu :
1. Menggunakan model pendiskontoan aliran kas
Model esrimasi biaya ekuitas ini disebut metode arus kas yang didiskontokan atau DFC. Jika pertumbuhan persahaan di masa lau terlalu tinggi atau terlalu rendah, baik karena situasinya yang unik maupun karena fluktuasi perekonomian secara umum, maka investor tidak memproyeksikan tingkat pertumbuhan masa lalu ke masa depan.
Aliran sekuritas regular membuat ramalan tentang pertumbuhan laba deviden, dengan memperhatikan factor-faktor seperti proyeksi penjualan, marjin laba, dan factor-faktor kompetitif.
2. Menggunakan Capital Asset Pricing Model
Langkah 1: estimasi suku bunga resiko yang biasanya berupa suku bunga obligasi U.S. Treasury atau suku bunga Treasury Bill jangka pendek (30 hari)
Langkah 2: estimasi koefisien beta saham dan gunakan ini sebagai indeks resiko saham.
Langkah 3 : estimasi tingkat penegembalian yang diharapkan atas pasar, atau atas rata-rata saham.
Langkah 4 : substitusi nilai sebelumnya ke persamaan CAPM untuk mengestimasi tingkat pengembalian yang diperlukan atas saham pada pernyataan :
Ks = Krf + (Km-Krf)bi
3. Menggunakan pendekatan Bond Yield plus risk Premium
Adalah logis untuk menganggap bahwa perusahaan yang beresiko, berperingkat rendah, dan sebagai akibatnya memiliki suku bunga utang yang tinggi, juga akan memiliki ekuitas yang beresiko dan berbiaya tinggi, serta prosedur yang mendasarkan ekuitas dapat dengan mudah mengobservasi biaya utang dengan menggunakan logika ini.
Ks = hasil obligasi + premi resiko
5. Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (WACC)
Target struktur modal (optimal) merupakan presentase hutang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa yang akan memaksimalkan saham perusahaan. Sedangakan biaya modal rata-rata tertimbang, WACC ialah rata-rata tertimbang komponen biaya hutang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa.
Faktor-faktor yang menentukan biaya
Variabel-variabel penting yang mempengaruhi biaya modal antara lain:
Keadaan-keadaan umum perekonomian.
Faktor ini menentukan tingkat bebas risiko atau tingkat hasil tanpa risiko.
Daya jual saham suatu perusahaan.
Jika daya jual saham meningkat, tingkat hasil minimum para investor akan turun dan biaya modal perusahaaan akan rendah.
Keputusan-keputusan operasi dan pembiayaan yang dibuat manajemen.
Jika manajemen menyetujui penanaman modal berisiko tinggi atau memanfaatkan utang dan saham khusus secara ekstensif, tingkat risiko perusahaan bertambah. Para investor selanjutnya meminta tingkat hasil minimum yang lebih tinggi sehingga biaya modal perusahaan meningkat pula.
Besarnya pembiayaan yang diperlukan.
Permintaan modal dalam jumlah besar akan meningkatkan biaya modal perusahaan.
4. Asumsi – Asumsi Model Biaya Modal
Asumsi-asumsi dalam model biaya modal diantaranya:
Risiko bisnis bersifat konstan.
Risiko bisnis merupakan potensi tingkat perubahan return atas suatu investasi. Tingkat risiko bisnis dalam suatu perusahaan ditentukan dengan kebijakan manajemen investasi. Biaya modal merupakan suatu kriteria investasi yang hanya tepat untuk suatu investasi yang memiliki risiko bisnis setingkat dengan aktiva-aktiva yang telah ada..
Risiko keuangan bersifat konstan
Risiko keuangan didefinisikan sebagai peningkatan variasi return atas saham umum karena bertambahnya pemanfaatan sumber pemiayaan hutang dan saham istimewa. Biaya modal dari sumber individual merupakan fungsi dari struktur keuangan berjalan.
Kebijakan dividen bersifat konstan
Asumsi ini diperlukan dalam menaksir biaya modal yang berkenaan dengan kebijakan dividen perusahaan. Asumsi ini menyatakan bahwa rasio pembayaran dividen (dividen/laba bersih) juga konstan.
Teori Struktur Modal
Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang, tanpa disadari secara berangsur-angsur, akan menimbulkan kewajiban yang makin berat bagi perusahaan saat harus melunasi (membayar kembali) hutang tersebut. Tidak jarang perusahaan-perusahaan yang akhirnya tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut, dan bahkan dinyatakan pailit. Hingga kini belum ada rumus matematik yang tepat untuk menentukan jumlah optimal dari hutang dan ekuitas dalam struktur modal (Seitz,1984: 301). Pedoman umum hanyalah: mencari hutang sebanyak mungkin tanpa meningkatkan risiko atau menurunkan fleksibilitas perusahaan.
Franco Modigliani dan Merton Miller adalah bapak dari teori struktur modal (Groth and Anderson, 1997). Pada tahun 1958, dalam American Economic Review48 (1958, June) yang berjudul The Cost of Capital, Corporate Finance, and theTheory of Investment, mereka mengemukakan teori struktur modal dengan berbagai asumsi yang tidak mungkin terjadi, akan tetapi sangat membantu dalam memahami bagaimana perusahaan menentukan bauran pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas secara benar (Siaw, 1999). Asumsi-asumsi yang mendasari adalah (Megginson, 1997:316):
Semua aktiva berujud dimiliki oleh perusahaan.
Pasar modal sempurna (tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi, dan tidak ada biaya kebangkrutan).
Perusahaan hanya dapat menerbitkan dua macam sekuritas, yakni ekuitas yang berisiko dan hutang bebas (tanpa) risiko.
Individu maupun perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan tingkat suku bunga bebas risiko.
Para investor mempunyai ekspektasi yang sama (homogen) terhadap keuntungan perusahaan di masa mendatang.
Semua perusahaan tidak mengalami pertumbuhan (arus kas diasumsikan konstan dan perpetual, dan semua laba dibagikan dalam bentuk dividen).
Semua perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelompok kembalian, dan kembalian saham dari semua perusahaan dalam kelompok tersebut adalah proporsional.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang (unlevered firm) sama persis dengan perusahaan yang menggunakan hutang (levered firm). Apabila nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang diberi notasi VU dan nilai perusahaan yang menggunakan hutang diberi notasi VL, maka VU = VL.


Sumber: Siaw, 1999
Keterangan:
EBIT = Laba sebelum bunga dan pajak
rS,U = Kembalian (return) saham unlevered firm
SU = Nilai saham unlevered firm
rD = Suku bunga hutang
DL = Nilai hutang levered firm
rS,L = Kembalian (return) saham levered firm
SL = Nilai saham levered firm
Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen dan laba diperkirakan konstan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Jadi, saham biasa dianggap sama seperti saham preferen. Nilai intrinsic saham preferen (VP)dapat ditentukan dengan cara:



Sumber: Siaw, 1999
Keterangan:
SP = Nilai saham preferen
D = Dividen
r = Kembalian (return)
Ketika nilai unlevered firm sama persis dengan levered firm, menurut model MM (tanpa pajak), biaya modal rata-rata tertimbang (WACC = weighted average cost of capital) kedua perusahaan juga identik. Hal ini mengarahkan pada Proposisi 2 dari model MM tanpa pajak:

Apa yang disampaikan oleh Proposisi 2 dari model MM tanpa pajak? Untuk mengetahui apa yang disampaikan, perlu dilihat dahulu apa pengaruh perubahan keputusan pendanaan terhadap perilaku pemegang saham. Penambahan penggunaan hutang biasanya diikuti dengan bertambahnya beban keuangan berupa biaya bunga. Sesuai dengan Proposisi 1, perubahan keputusan pendanaan (struktur modal) tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Dengan kata lain, pemegang saham dihadapkan pada peningkatan risiko keuangan tanpa kompensasi dari meningkatnya nilai perusahaan. Jadi, pemegang saham akan menuntut kembalian (= return) yang lebih tinggi sebagai kompensasi dari meningkatnya risiko, dan hal ini disebut biaya penggunaan saham biasa yang lebih tinggi bagi levered firm. Pernyataan tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk persamaan berikut:

Pada umumnya biaya hutang lebih murah daripada biaya saham biasa, sehingga perusahaan memperoleh “penghematan” ketika perusahaan mengalihkan pendanaan ekuitas ke pendanaan hutang. Mengacu pada Proposisi 1 bahwa WACC unlevered firm dan levered firm adalah identik, maka “penghematan” dari penggunaan hutang tercermin pada peningkatan biaya saham biasa (tersaji pada Gambar 3).

Sumber: Brigham, and Ehrhardt, 2005:590
Gambar 3:
BIAYA MODAL dan NILAI PERUSAHAAN MENURUT MODEL MM-1 (1958)
Dari model MM-1 (model MM tanpa pajak) yang dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller, dapat dipetik dua hal utama yaitu:
Dalam situasi tanpa pajak, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modal. Jadi, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh jumlah hutang, sehingga WACC juga tidak dipengaruhi oleh struktur modal.
Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang akan lebih berisiko, sebab harus membayar biaya bunga yang lebih banyak pula. Perusahaan tidak dapat mengabaikan pembayaran biaya bunga, sehingga pemegang saham “menuntut” kembalian yang lebih tinggi yang tercermin pada biaya ekuitas yang lebih tinggi. Dalam kondisi demikian, perusahaan memperoleh “penghematan” yang makin banyak dengan menggunakan hutang yang lebih banyak karena lebih murah daripada ekuitas. Meskipun demikian, biaya ekuitas akan meningkat selaras dengan penambahan hutang. “Penghematan” yang dihasilkan dari penggunaan hutang otomatis akan meningkatkan biaya ekuitas, sehingga WACC tidak berubah.
Struktur modal perusahaan yang optimal dapat berubah sewaktu-waktu. Ini berpengaruh pada tingkat risiko dan biaya dari setiap jenis modal (mengubah biaya modal rata-rata tertimbang) selanjutnya berpengaruh pada keputusan penganggaran modal dan pada akhirnya mempengaruhi harga saham perusahaan. Target bisa berubah sewaktu-waktu sesuai kondisi, tapi manajemen harus mempunyai gambaran target struktur modal yang spesifik setiap saat.
Jika rasio utang yang sesungguhnya berada di bawah target, ekspansi modal mungkin perlu dilakukan dengan menggunakan pinjaman dan sebaliknya saham mungkin perlu digunakan.Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan (trade off) antara tingkat risiko dan tingkat pengembalian:
Menggunakanlebih banyak utang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang saham
Menggunakan lebih banyak utang juga memperbersat tingkat pengembalian yang diharapkan
Meningkatnya risiko cenderung menurunkan harga saham dan sebaliknya meningkatnya tingkat pengembalian (expected rate of return) akan menaikkan harga saham. Struktur modal yang optimal harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimalkan harga saham.
Faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal:
Risiko bisnis
Posisi pajak
Fleksibilitas keuangan
Konservatisme atau agresivitas manajemen
Risiko bisnis dan keuangan
Risiko dari sudut pandang investor perorangan : risiko berdiri sendiri (risk on a stand alone basis) dan risiko dalam konteks portfolio (risk in a portfolio contex). Dalam konteks portfolio, risiko suatu aktiva dibagi: risiko yang dapat didiversifikasi (diversifiable risk) dan risiko pasar (market risk). Dimensi lain risiko yaiturisiko bisnis dan risiko keuangan.
Risiko bisnis (business risk)
Tingkat risiko dari aktiva perusahaan jika tidak menggunakan utang.
Risiko yang berkaitan dengan proyeksi tingkat pengembalian atas aktiva (ROA)dari suatu perusahaan di masa mendatang.Risiko bisnis antar industri dan antar perusahaan dalam industri yang sama adalah berbeda-beda.
Risiko bisnis tergantung pada faktor:
Variabilitas permintaan (unit yang terjual)
Variabilitas harga jual
Variblitas harga masukan
Kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran terhadap perubahan harga masukan
Sejauh mana biaya-biaya bersifat tetap : leverage operasi
Jika sebagian besar dari total biaya perusahaan adalah biaya tetap , perusahaan itu dikatakan mempunyai leverage operasi (operating leverage) yang tinggi. Semakin besar leverage operasi, semakin besar risiko bisnis.
Risiko keuangan (financial leverage)
Suatu ukuran yang menunjukkan sampai sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan. Financial risk merupakan kenaikan risiko pemegang saham, yang melebihi risiko bisnis dasar sebagai akibat dari penggunaan leverage keuangan.
Pembiayaan dengan utang umumnya akan meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan untuk suatu investasi, tetapi utang juga meningkatkan tingkat risiko investasi bagi pemilik perusahaan, yaitu para pemegang saham biasa.
Question:
1) Apakah tingkat pengembalian yang diharapkan, dalam kaitan dengan utang, cukup untuk mengkompensasi kenaikan risiko yang timbul dari penggunaannya?
2) Berapakah jumlah optimal penggunaan utang bagi suatu perusahaan?
Answer:
Jika ingin menaikkan nilai perusahaan, maka utang sebaikknya digunakan, sehingga rasio utang yang memaksimalkan nilai perusahaan adalah struktur modal yang optimal. Tidak mudah untuk mengukur efek struktur modal terhadap harga saham, tetapi ini merupakan inti dari keputusan struktur modal.
Menentukan struktur modal yang optimal
Perusahaan mengakuisisi aktiva dari waktu ke waktu melalui proses penganggaran modal. Aktiva tersebut mempunyai risiko bisnis dan leverage operasi yang unik dan risiko bisnis perusahaan mencerminkan tingkat risiko dari masing-masing aktivanya.
a. Analisis EBIT/EPS
Perubahan dalam penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan laba per saham (EPS) dan karena itu juga mengakibatkan perubahan harga saham.
b. Pengaruh struktur modal terhadap harga saham dan biaya modal
Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang memaksimumkan harga saham perusahaan, dan ini memerlukan rasio utang yang lebih rendah daripada rasio utang yang memaksimumkan EPS.
Perusahaan dengan laba yang tinggi mampu membayar deviden yang lebih tinggi, jadi selama tingkat utang yang lebih tinggi menaikkan laba per lemabr saham yang diharapkan, leverage bekerja mengungkit harga saham. Namun tingkat utang yang lebih tinggi juga meningkatkan risiko perusahaan, yang menaikkan biaya ekuitas dan selanjutnya menurunkan harga saham.
Analisis likuiditas dan arus kas
Selain analisis yang telah diuraikan, para manajer memperhatikan secara serius pengaruh leverage keuangan terhadap risiko kebangkrutan, sehingga analisis atas faktor ini merupakan amsukan penting dalam semua keputusan yang enyangkut struktur modal. Dengan demikian manajemen memberikan bobot yang tinggi kepada indikator kekuatan keuangan perusahaan seperti kemampuan membayar bunga (times interest earned/TIE). Makin rendah rasio ini, makin tinggi probabilitas perusahaan tidak mampu membayar utang-utangnya dan bangkrut.
TIE : sebuah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar suku bunga obligasi tahunannya, yang dihitung dengan membagi pendapatan sebelum bunga dan pajak (TIE = EBIT / I)
Biaya modal sendiri, Biaya hutang, Biaya modal perusahaan
Pasar modal yang sempurna adalah pasar modal yang kompetitif. Dalam pasar tersebut antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak adanya transaksi, bunga simpanan dan pinjaman sama yang berlaku untuk semua pihak. Sebahai tambahan , diasumsikan tidak ada pajak penghasilan (income tax). Tentu saja asumsi-asumsi tersebut tidak akan dijumpai dalam dunia nyata, tetapi analisis kita mulai dari keadaan yang ketat tersebut, baru kemudian dilonggarkan.
Asumsi –asumsi lain untuk mempermudah adalah sebagai berikut :
Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya dianggap konstan. Ini berarti bahwa perusahaan tidak merubah investasinya.
Semua laba yang tersedia bagi pemegang saham dibagikan sebagai deviden. Ini berart kita tidak memasukkan kerumitan factor kebijakan deviden.
Hutang yang digunakan bersifat permanen. Ini berarti bahwa hutang yang jatuh tempo akan diperpanjang lagi. Asumsi ini hanya akan mempermudah perhitungan biaya hutang (cost of debt) dan membuat hutang dan modal sendiri comparable.
Pergantian struktur hutang dilakukan secara langsung. Artinya, apabila perusahaan menambah hutang, maka modal sendiri dikurangi, dan sebaliknya.
Analisis bisa dilakukan dengan melihat pada nilai perusahaan atau harga saham. Analisis yang sama juga bisa dilakukan dengan melihat biaya modal perusahaan. Apabila tujuan kita adalah intuk meningkatkan nilai perusahaan, maka tujuan ini analog dengan menurunkan biaya modal perusahaan.
Sesuai asumsi dan definisi di atas, maka kita bisa merumuskan biaya modal dari masing-masing sumber dana sebagai berikut :
Biaya modal sendiri (k_e)
Dirumuskan sebagai,
S=∑_(t=1)^∞▒E/((1+k_e)^1 ) (1)
Dalam hal ini S adalah nilai pasar modal sendiri, E adalah laba per lembar saham (atau laba yang tesedia bagi pemilik perusahaan). Perhatikan karena seluruh laba ini dibagikan kepada pemilik perusahaan, maka deviden per lembar saham sama dengan laba per lembar saham. Sedangkan k_e adalah biaya modal sendiri (cost of equity). Biaya ini menunjukkan tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri atas dana yang mereka serahkan ke perusahaan. Karena n = , maka persamaan (1) tersebut bisa ditulis menjadi,
k_e= E/S (2)
Biaya hutang (k_d)
Bagi kreditur biaya modal yang mereka isyaratkan (disebut sebagai cost of debt atau biaya hutang) adalah
K_d=F/B (3)
Dalam hal ini K_d adalah biaya hutang, B adalah nilai uang, F adalah bunga hutang yang dibayrkan perusahaan (atau diterima oleh kreditur). Munculnya persamaan (3) tersebut adalah karena hutang bersifat permanen, sehingga n =∞ .
Biaya modal perusahaan
Biaya modal perusahaan (yang tidak lain merupakan biaya modal rata-rata tertimbang) bisa dihitung dengan ,
k_o= k_e (S/(B+S))+ k_d ( B/(B+S)) (4)
Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung dengan,
k_o=o/V=(Laba Operasi)/(Nilai perusahaan)
Dalam hal ini Nilai Perusahaan = V= B+S.
Perhatikan bahwa apabila nilai perusahaan meningkat maka ini berarti biaya perusahaan menurun.
Teori struktur modal
Pendekatan tradisional
Pendekatan tradisional berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan (atau biaya modal perusahaan) dapat diubah dengan merubah struktur modalnya. Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950-an. Menurut Husnan (1996) keadaan perusahaan menjadi lebih baik setelah perusahaan menggunakan hutang karena nilai perusahaan meningkat (atau biaya modal perusahaan menurun).
Menurut Sartono (1990), pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga tingkat leverage tertentu. Resiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik Ke (biaya modal sendiri) maupun Kd (biaya hutang) relatif konstan. Namun demikian serelah leverage rasio utang tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan semakin besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal ratarata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. Oleh karena itu nilai perusahaan mula-mula meningkat dan akan menurun sebagai akibat dari penggunaan utang yang semakin besar. Dengan demikian menurut pendekatan tradisional ini, terdapat struktur modal yang optimal untuk setiap perusahaan. Struktur modal yang optimal tersebut terjadi pada saat nilai perusahaan maksimum atau struktur modal yang mengakibatkan biaya modal rata-rata modal tertimbang minimum.
Pendekatan tradisional berpengaruh akan adanya struktur modal yang optimal. Dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal bisa berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.Mereka yang menganut pendekatan tradisional berpendapat bahwa dala pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan (atau biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan cara merubah struktur modalnya (yaitu B/S). Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950-an. Ilustrasi berikut ini menunjukkan pemikiran mereka.
Misalkan PT.A mempunyai 100% modal sendiri, dan diharapkan memperoleh laba bersih setiap tahunnya sebesar Rp 10 juta. KAlau tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri (= k_e) adalah 20%, maka nilai perusahaan dan biaya modal perusahaan bisa dihitung sebagai berikut :

O Laba bersih operasi Rp10 juta
F Bunga _-____
E laba tersedia untuk pemilik saham Rp10 juta
k_e Biaya modal sendiri 0,20
S Nilai modal sendiri Rp50 juta
B Nilai pasar hutang -
V Nilai perusahaan Rp50 juta
k_o Biaya Modal perusahaan
= 0,20 (50/50) + 0 (0/50) 0,20
Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung dengan rumus(5), yaitu :
k_e = 10 juta/50 juta = 0,20
Sekarang misalkan PT. A akan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang. Biaya hutang (=k_d),atau tingkat keuntungan yang diminta oleh kreditur, misalnya 16%. Untuk menggunakan hutang tersebut perusahaan harus membayar bunga setiap tahunnya sebesar Rp 4 juta. Dengan menggunakan hutanf perusahaan menjadi lebih berisiko, dan karenanya biaya modal sendiri (=k_e) naik menjadi, misalnya, 22%. Kalau laba operasi bersih tidak berubah (asumsi 1 butir), maka jadi keadaan perusahaan menjadi lebih baik setelah perusahaan menggunakan hutang karena nilai perusahaan meningkat (atau biaya modal perusahaan menurun). Kalau misalkan sebelum perusahaan menggunakan hutang perusahaan mempunyai hutang perusahaan mempunyai jumlah lembar saham sebanyak 1000 lembar, maka harga sahamnya adalah Rp50.000 per lembar. Setelah perusahaan mengganti sebagian saham hutang (yang diganti adalah sebesar Rp25 juta atau 500 lembar saham), maka nilai sahamnya naik menjadi Rp27,27 juta/500 = Rp54.540
O Laba bersih operasi Rp10,00 juta
F Bunga Rp 4,00 juta
E laba tersedia untuk pemilik saham Rp 6,00 juta
k_e Biaya modal sendiri 0,22
S Nilai modal sendiri Rp27,27 juta
B Nilai hutang Rp 25,00 juta
V Nilai perusahaan Rp 52,27 juta
k_o Biaya Modal perusahaan
= 0,22 (27,27/52,27) + 0,16 (25/52,7)
= 0,91
Pendekatan Modligani dan Miller (MM)
Menurut Husnan (1996) mengutip dari artikel Modigliani dan Miller (MM), menyebutkan bahwa dimungkinkan munculnya proses arbitrase yang akan membuat harga saham (nilai perusahaan) yang tidak menggunakan hutang maupun yang menggunakan hutang, akhirnya sama. Proses arbitrase muncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan tingkat resiko yang sama pula. Dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai berikut :



Ke = Keu + ( Keu - Kd ) ( B/S ) …………………..(2.1)
Dimana : Ke = biaya modal sendiri
Keu = biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan hutang
Kd = biaya hutang
B = nilai pasar hutang
S = nilai modal sendiri
Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan menjadi tidak relevan, artinya penggunaan hutang ataukah modal sendiri akan memberikan dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan. Dalam keadaan ada pajak, MM berpendapat bahwa keputusan pendanaan menjadi tidak relevan. Karena pada umumnya bunga yang dibyarkan dapat dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (bersifat tax deductible). Dengan kata lain apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama, tetapi yang satu menggunakan hutang sedangkan yang satunya tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil. Penghematan membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka sudah tentu nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari pada perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Pada prakteknya terdapat berbagai kritik berkenaan dengan pendekatan MM ini, antara lain :
Pendekatan MM mengasumsikan bahwa tidak adanya biaya transaksi, maka poses arbitrase boleh dikatakan tanpa biaya, namun dalam realita bahwa komisi untuk para broker itu cukup tinggi (Brigham et al.1999)
Pada awalnya MM mengasumsikan bahwa investor dan perusahaan memiliki akses yang sama terhadap lembaga keuangan. Akan tetapi para investor besar dimungkinkan memperoleh hutang dengan bunga yang lebih rendah sedangkan investor individu mungkin harus meminjam dengan tingkat bunga yang tinggi.
MM juga mengasumsikan tidak ada konflik antar pihak dalam perusahaan atau agency problem yang dapat menimbulkan agency cost yang sangat besar (Brigham et.al, 1999).
Tidak adanya pertimbangan adanya financial distress yang mungkin dihadapi perusahaan (Bigham et.al ,1999).

.Teori Trade off
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan.
Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian di luar negeri menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20% dari nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup 2 hal:
Biaya langsung: biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, pengacara, akuntan, dll.
Biaya tidak langsung: biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau puhak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misal, supplier barangkali tidak akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan tidak terbayar.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenen (agency cost of debt). Jika hutang meningkat, maka konflik antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan (monitoring) terhadap perusahaan.
Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring (pengawasan yang lebih ketat, menambah akuntan) dan bisa juga dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan menjadi:
VL = VU + PV Penghematan pajak – (PV Biaya Kebangkrutan + PV Biaya Keagenan)
d. Model Miller dengan Pajak Perusahaan dan Personal
Modigliani dan Miller mengembangkan model struktur modal tanpa pajak dan dengan pajak. Nilai perusahaan dengan pajak lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan tanpa pajak. Selisih tersebut diperoleh melalui penghematan pajak karena bunga bisa dipakai untuk mengurangi pajak. Penghematan pajak bisa dihitung:
Penghematan pajak = VL – VU
Miller sendiri kemudian mengembangkan model struktur modal dengan memasukkan pajak personal. Pemegang saham dan pemegang hutang harus membayar pajak jika mereka menerima deviden (untuk pemegang saham) atau bunga (untuk pemegang hutang).
Menurut model ini, tujuan yang ingin dicapai adalah tidak hanya meminimalkan pajak perusahaan, tetapi meminimalkan total pajak yang harus dibayarkan (pajak perusahaan, pajak atas pemegang saham dan pajak atas pemegang hutang).
e. Pecking order Theory
Teori trade offmempunyai implikasi bahwa manajer akan berfikir dalam kerangka trade off antara penghematan pajak dan biaya kebangkrutan dalam penentuan struktur modal. Dalam kenyataan empiris, nampaknya jarang manajer keuangan yang berfikir demikian. Seorang akademisi, Donald Donaldson (1961) melakukan pengatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di AS. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan hutang yang lebih rendah.
Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Pecking Order Theory adalah sebagai berikut:
Perusahaan memilih pendanaan internal
Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi
Karena kebijakan deviden yang konstan (sticky), digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada sat-saat tertentu dan akan lebih kecil pada saat yang lain
Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan surat berharga campuran seperti obligasi konvertible dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori ini tidak mengindikasikan target struktur modal. Teori tersebut menjelaskan urut-urutan pedanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oelh kebutuhan investasi.
Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempuntai tingkat hutang yang lebih kecil
f. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan struktur modal
Faktor-faktor yang umumnya dipertimbangkan oleh perusahaan ketika mengambil
keputusan struktur modal:
- Stabilitas penjualan
- Struktur aktiva
- Leverage operasi
- Tingkat pertumbuhan
- Profitabilitas
- Pajak
- Pengendalian
- Sikap manajemen
- Sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat
- Kondisi pasar
- Kondisi internal perusahaan
- Fleksibilitas keuangan

0 comments:

Template by:

Free Blog Templates